Jumat, 15 Maret 2013

Sebuah Koreksi 100 Hari Kerja Bupati Brebes

@Bumiayuku - Realita, Kabupaten Brebes dikelilingi oleh masalah pelik yang hampir tiap tahun tidak kunjung terselesaikan. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes yang menempati posisi terakhir (terendah) se-Jawa Tengah, menjadi persoalan serius. Faktor yang mempengaruhi rendahnya IPM diantaranya Pendidikan yang menyumbang angka buta huruf tertinggi se Jawa Tengah, yaitu sesuai dengan data BPS tahun 2011 dengan angka 13,86% dengan akses pendidikan yang masih minim.

Faktor lain yang menjadi indikator IPM adalah derajat kesehatan, sebagaimana data pada Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes menyebutkan bahwa Angka Usia Harapan Hidup (AUHH) Kabupaten Brebes menempati ranking terakhir se-Jawa tengah dengan AUHH sebesar 67,7 tahun di bawah rata-rata AUHH Jateng yaitu 71,4 tahun.

Termasuk status gizi buruk yang menempati angka sebesar 0,33% di bawah rata-rata status gizi buruk Jateng dengan angka sebesar 0,13%. Begitu juga Angka Kematian Ibu yang masih tinggi dengan angka 100,7 per 100.000 Kelahiran Hidup.

Sedangkan pada angka kemiskinan yang masih tinggi dengan prosentase sebesar 21,63%. Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan rata-rata Jawa Tengah dengan angka 15,36%, dan rata-rata angka kemiskinan nasional sebesar 12,49%. Ini menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Brebes masih tertinggal jauh dibandingkan dengan kabupaten/kota se-Jawa Tengah dan kabupaten/kota secara nasional.

Masalah lain seperti kondisi sarana dan prasarana yang sudah menjadi momok sebagai kabupaten pemilik “jalan amburadul” merupakan persoalan penting yang harus segera ditangani. Jika melihat data pada Dinas PU TR Kabupaten Brebes Tahun 2012 maka, bisa diketahui prosentase kondisi jalan rusak adalah 50%, kondisi jalan poros desa kondisi rusak 22%, prosentase saluran drainase rusak 22%, prosentase saluran irigasi primer yang rusak 60%, Prosentase Rumah Tangga bersanitasi  hanya 44,4%, jumlah rumah yang tidak layak huni sebanyak 89.277 unit

Kondisi nyata inilah yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten Brebes untuk dibenahi secara maksimal. Kepala Daerah dihadapkan pada persoalan serius, sehingga konsep pembangunan yang akan dilakukan ke depan dapat dijalankan secara konsisten. 6 pilar pembangunan yang disampaikan kepada masyarakat dalam setiap kampanye tidak hanya menjadi jargon belaka.

Namun membutuhkan arah pembangunan yang matang, perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang anti korupsi, tentunya dengan pelaksana-pelaksana pemerintahan (pejabat) yang cerdas, visioner, integritas, capable dan komitmen dengan birokrasi bersih. Bagaimana kinerja di awal kuasanya?

Kinerja bupati yang baru seumur jagung, ada beberapa kebijakan yang berakibat tidak baik terhadap tatanan birokrasi dan alokasi anggaran. Sejak dilantik pada 04 Desember 2012, ada beberapa kebijakan yang dibuat dan pelaksanaan pemerintahan yang menjadi catatan suram. Koreksi terkait keberpihakan anggaran (APBD) terhadap rakyat kecil yang masih belum terlihat, masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan Pilkades, masalah penempatan pengangkatan dan pemberhentian jabatan. dan terakhir adalah proses open house yang minim konsep.

Issue Anggaran
Pada sisi pengelolaan anggaran, hanya mencolok pada penambahan anggaran untuk infrastruktur pada pos belanja modalnya yaitu Rp150,5 milliar atau 7,96% dari APBD. Namun, komitmen untuk pendidikan dan kesehatan masih jauh dari yang diatur oleh Konstitusi. Dimana Pemkab Brebes hanya mengalokasi Belanja untuk pendidikan di luar gaji pendidik hanya sebesar Rp188,3 milliar atau hanya 9,96% dari seluruh total Belanja pada APBD yang ditetapkan.

Hal ini melanggar konstitusi yaitu pada pasal 49 (1) UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan bahwa dana pendidikan di luar gaji dan biaya kedinasan pendidikan dialokasikan minimal 20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD.

Pada anggaran kesehatan, Pemkab Brebes Tahun Anggaran 2013 hanya mengalokasikan anggaran kesehatan di luar gaji pegawai Rp102,6 milliar atau sekitar 5,34% dari seluruh total belanja yang ada di APBD. Hal ini juga menabrak konstitusi yaitu UU 36 Tahun 2009 khususnya pasal 171 (2) yang mengamanatkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% dari APBD di luar gaji.

Walaupun komitmen Bupati-Wakil Bupati tidak akan mengambil Gaji Pokok, namun itu tidak berpengaruh besar terhadap alokasi yang berpihak kepada rakyat, karena alokasi gaji pokok bupati/wakil bupati yang tercatat di APBD hanya sebesar Rp55,3 Juta. Di sisi lain masih banyak anggaran-anggaran untuk alokasi dan operasional bupati/wakil bupati, sekda dan DPRD  yang masih besar dan terbilang mewah, disaat layanan dan kondisi masyarakat masih memprihatinkan.

Satu contoh biaya untuk tempat tidur kepala daerah saja dialokasikan sebesar Rp100 Juta untuk Bupati dan tempat tidur seharga Rp50 Juta untuk Wakil Bupati. DPRD juga ikut-ikutan memberikan peran yang besar terhadap anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat.

Alokasi untuk anggota DPRD yang termuat dalam APBD bisa dilihat bahwa penghasilan 1 anggota DPRD dari gaji dan tunjangan minimal sebesar Rp15 Juta/bulan. Lebih parahnya lagi dana aspirasi yang diusulkan oleh DPRD pada tahun 2013 dan ditetapkan sebesar Rp83 milliar atau jika diasumsikan dibagi secara rata kepada seluruh anggota DPRD, maka 1 anggota DPRD mendapatkan alokasi dana aspirasi sebesar Rp1,6 milliar/anggota.

Reformasi birokrasi versus kepentingan politik
Belum juga bupati bekerja 100 hari, namun bupati sudah melakukan rotasi jabatan, me- non job - kan pejabat eselon bahkan memberikan jabatan-jabatan tertentu kepada pejabat yang tidak sesuai dengan keahlian dan Daftar Urutan Kepangkatan (DUK).

Pada tanggal 07 Maret 2013, Bupati telah membuat Keputusan Bupati Nomor 821.2/155 Tahun 2013 dan Keputusan Bupati Nomor 821.2/155 Tahun 2013 tentang Pemberhentian / Pengangkatan Dalam Jabatan Struktural Eselon II, III dan eselon IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Brebes, Bupati telah melakukan rotasi sebanyak 87 pejabat.

Disusul pada tanggal 11 Maret 2013, Bupati kembali melakukan rotasi sebanyak 81 pejabat eselon III dan eselon IV dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 821.2/176 Tahun 2013 tentang Pemberhentian / Pengangkatan dalam Jabatan Struktural Eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Brebes.

Pengangkatan dan pemberhentian jabatan khususnya pada esolon II, III dan IV memang menjadi kewenangan Kepala Daerah dan pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) sehingga apapun yang diputuskan pada proses ini menjadi tanggung jawab Kepala Daerah dan Baperjakat.

Ada beberapa masalah dalam proses ini seperti pengangkatan jabatan eselon III b yang semula memiliki golongan kepangkatan IV b dimana harus melalui golongan kepangkatan IV a dulu selama 2 tahun sebagaimana yang diatur dalam Permendagri Nomor 5 Tahun 2005. Masalah-masalah ini diduga karena ada “conflict interest”, balas jasa/dendam politik yang mendominasi dalam penempatan jabatan tertentu, tidak berdasarkan kapabilitas, proporsionalitas dan profesionalitas.

Sangat terlihat jelas, penunjukkan Plt. Sekda baru hanya dengan hitungan hari setelah pelantikan Bupati-Wakil Bupati. Padahal dalam kondisi di awal pemerintahannya, seharusnya bupati melakukan pertimbangan yang matang terlebih dahulu. Terlebih jabatan Plt. Sekda sudah 2 tahun lebih dengan 5 Plt. Sekda yang seharusnya sudah sangat cukup dipertimbangkan untuk diusulkan Sekda Definitif, sehingga kinerja birokrasi di eksekutif bisa berjalan secara maksimal.

Pelaksanaan open house
Dalam rangka memenuhi janjinya, Kepala Daerah melaksanakan open house. Hanya saja, yang sangat disayangkan adalah kegiatan open house diharapakan dapat mendekatkan kepada masyarakat dalam rangka memberikan akses yang luas kepada masyarakat dalam ikut serta dalam menentukan kebijakan, masih minim substansi untuk mengarah kepada proses menjawab isu-isu strategis seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan perekonomian rakyat.

Pelaksanaan open house yang tidak memiliki konsep secara matang sehingga hasilnya tidak maksimal dan terlihat hanya menjadi rutinan pertemuan yang tidak mempunyai substansi yang berarah, bahkan dalam satu kesempatan open house yang dilaksanakan terancam tidak terlaksana karena persiapan yang sangat minim.

Pelaksanaan Pilkades
Pelaksanaan Pilkades Tahap I sebanyak 132 desa, memunculkan masalah baru. Yang perlu dievaluasi adalah persiapan dan pelaksanaan Pilkades yang tidak maksimal, munculnya konflik horizontal antar calon/warga dan masalah vertikal dengan panitia pilkades atau pemerintah daerah, biaya pelaksanaan Pilkades yang masih tinggi (tidak efisien).

Permasalahan Pilkades bertambah masalah ketika Bupati melakukan sikap yang tidak arif, karena lebih banyak mengunjungi cakades yang diduga adalah kadernya/orang yang mempunyai kontribusi pada saat Pilkada.

Bahkan ketika ada beberapa calon kades yang menyandingkan gambar Bupati-Wakil Bupati, tidak langsung diberikan larangan ataupun perintah pencopotan. Hal ini menyakiti calon lain dan warga pendukung calon lain. Padahal dari partai manapun Bupati diusung, maka sudah seharusnya menganggap seluruh masyarakat adalah warganya, karena bupati merupakan orang tua dari seluruh warga kabupaten Brebes. Sehingga tidak ada alasan apapun untuk memberikan sikap yang berbeda kepada kelompok tertentu.

Rekomendasi
Dalam perkembangan dan kinerja yang baru dilakukan ini, agar pelaksanaan pemerintahan bisa berjalan dengan baik serta dapat mencapai visi dan misi yang menjadi landasan dalam pembangunan ke depan maka Kepala Daerah harus melakukan langkah-langkah langkah-langkah konkret dalam tata kelola pemerintah yang baik yaitu : mewujudkan “OPEN BUDGET” sehingga masyarakat dalam kalangan manapun bisa mengakses dokumen anggaran mulai dari perencanaan sampai dengan pertanggung jawaban, Reformasi Birokrasi dengan menempatan posisi jabatan sesuai dengan kapasitas, proporsional dan profesionalitas bukan hanya kepada kedekatan dan transactional politic.

Kepala daerah harus segera mengusulkan Sekda Definitif kepada Gubernur Jawa Tengah, agar Kabupaten Brebes yang sudah mengalami kekosongan Sekda Definitif selama 2 (dua) tahun dengan 5 (lima) kali pergantian Plt. (Pelaksana Tugas) memiliki Sekda Definitif. Hal ini agar kinerja birokrasi di eksekutif bisa berjalan secara maksimal.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik maka Pemerintah Daerah Brebes perlu membangun kemitraan dengan lembaga berwenang dalam pengelolaan keuangan daerah. Seperti halnya “Pakta Integritas” dengan seluruh pejabat yang ada di jajaran Pemkab Brebes. Membangun kemitraan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, BKPK, BPK dalam pembinaan, pengawasan dan pengelolaan keuangan.

Peningkatan Pendapatan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus dilakukan. Hal ini bisa melalui pengawasan yang ketat dari Retribusi untuk meminimalisir pendapatan yang hilang (loss revenue), Pajak, Pengelolaan Aset Daerah dan Pendapatan-pendapatan lain yang sering terjadi mark-down dan menggali potensi PAD secara cerdas, pemanfaatan aset daerah secara maksimal.

Sebagai wujud keberpihakan kepada rakyat kecil dan menjawab IPM Brebes yang masih tertinggal jauh se Jawa Tengah, maka prioritas program pembangunan untuk “Pendidikan, Kesehatan dan Perbaikan Ekonomi “ harus menjadi program yang utama. Dan yang paling penting adalah Pemerintah Kabupaten Brebes melalui Kepala Daerah harus bertindak tegas kepada siapapun jajaran yang ada di Pemkab Brebes yang telah melakukan penyimpangan anggaran dan pelanggaran undang-undang.

Terkait pelaksanaan Pilkades, maka Kepala Daerah harus melakukan persiapan yang matang. Pendanaan Pilkades yang masih memakan biaya yang tidak sedikit dan memberatkan calon kades, perlu ada pembinaan dan pengawasan secara maksimal dari Pemerintah Daerah.

Standar biaya yang dibuat oleh Kepala Daerah pada saat itu dan menjadi acuan dalam pembiayaan Pilkades harus dilakukan revisi sehingga tidak ada multi tafsir antara Panitia Pilkades, Calon Kades, Masyarakat dan Pemerintah Daerah. Kepala Daerah juga harus tegas dalam menyelesaikan segala permasalahan yang muncul dalam Pilkades, tentunya sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang diatur oleh peraturan dan perundangan yang berlaku.

Dana aspirasi yang diusulkan oleh legislatif dengan nilai yang bombastis, Kepala Daerah harus berani melakukan perlawanan kepada legislatif sebagai upaya mewujudkan kebijakan yang pro rakyat. Mengingat tahun 2013-2014 adalah tahun politik, yaitu tahun untuk persiapan menghadapi Pileg Tahun 2014, yang patut di waspadai bisa disalahgunakan. Terlebih dengan besarnya dana aspirasi, dapat mengurangi anggaran untuk pendidikan, kesehatan, maupun perbaikan sarana dan prasarana masyarakat. Dengan maksud pengurangan dana aspirasi tersebut dapat dialihkan untuk kepentingan masyarakat yang lebih mempunyai manfaat yang jelas.

Dengan demikian, harapan ke depan seperti yang dijanjikan oleh penguasa baru tidak hanya menjadi moto dan teori belaka, melainkan dibutuhkan bukti dan kerja nyata yang harus dimulai oleh Kepala Daerah sebagai penentu kebijakan tertinggi di kabupaten Brebes. (Darwanto adalah Koordinator Badan Pekerja Gebrak dan Peneliti Indonesia Budget Center, tinggal di Brebes)

Sumber : PanturaNews

0 komentar:

Posting Komentar

pembaca yang baik selalu,memberi comentar yang baik pula,buat artikel aljinet ini,biar ada masukan lebih dan memgembangkan blog aljinet ini,untuk itu disarankan comentlah artikel kami,beri kritikan yang pedas tidak masalah,silakan di coment kawan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More